Iran Balas Dendam: Rudal Hujani Israel di Tengah Seruan Damai Trump
Langit 'Israel' kembali meraung, bukan oleh petir, tapi rudal. Sirene meraung di Tel Aviv dan Haifa. Di saat Trump bicara damai, Iran bicara lewat misil. Dunia Timur tengah di ujung bara.
Sejak 13 Juni, dentuman tak berhenti. Darah menggenang di Teheran, luka menganga di Haifa. Kini, setelah Fordow dibom dan Trump menelepon Netanyahu untuk "mengakhiri putaran", Iran justru menjawab dengan serangan baru..
Pada Senin malam 23 Juni 2025, Iran kembali menembakkan rudal ke jantung 'Israel', menyulut sirene peringatan di wilayah tengah dan utara. Kota-kota yang baru saja bernapas lega kini kembali berguncang dalam kecemasan.
Diplomasi di meja, rudal di langit
"Sistem pertahanan sedang bekerja keras," ujar militer 'Israel' dalam pernyataan yang terdengar lebih seperti mantra ketakutan daripada kepastian.
Hanya 24 jam sebelumnya, Presiden Donald Trump, yang memerintahkan salah satu serangan udara terbesar ke fasilitas nuklir Iran, menelepon Benjamin Netanyahu. Bukan untuk merencanakan serangan lanjutan, tapi untuk menyampaikan hal sebaliknya: ia ingin damai.
“Kami sudah cukup,” kata Trump. “Kami tidak ingin melanjutkan… kecuali Iran menyerang lagi.”
Dan Iran menjawab. Bukan dengan kata, tapi dengan rudal. Bukan dengan diplomasi, tapi dengan dentuman.
Hitungan nyawa, bukan hanya strategi
Sejak 13 Juni 2025, ketika 'Israel' pertama kali menyerang fasilitas militer dan nuklir Iran, angka-angka kematian terus naik:
• 430 jiwa melayang di Iran, lebih dari 3.500 orang terluka.
• 25 warga Israel tewas, ratusan lainnya luka-luka akibat balasan Iran.
Sekarang, jumlah itu hampir pasti bertambah.
Di Haifa, seorang ayah memeluk anaknya di ruang bawah tanah. Di Teheran, seorang ibu menangisi puing-puing tempat tinggalnya yang porak-poranda. Mereka tak pernah duduk di meja diplomasi. Tapi mereka yang selalu jadi korban.
Retorika damai, realita perang
Trump mungkin berharap menciptakan momentum damai setelah "sukses" membombardir Fordow, Natanz, dan Isfahan. Tapi serangan bukanlah pembuka pintu diplomasi—setidaknya tidak bagi Iran.
Apa yang dilakukan Trump—menyerang, lalu menawarkan damai—lebih mirip politik api dan air: membakar lalu berpura-pura memadamkan.
Sementara itu, Iran tampaknya memegang prinsip satu untuk satu: "Jika darah kami ditumpahkan, maka langit musuh kami tak akan tenang."
Arah ke mana timur tengah?
Pertanyaannya kini bukan lagi siapa benar siapa salah. Tapi:
Apakah dunia siap dengan satu lagi perang besar di Timur Tengah?
Apakah PBB, negara-negara Arab, Uni Eropa, atau siapa pun, masih memiliki suara cukup lantang untuk menghentikan dua negara yang sudah terlalu lama berseteru?
Trump mungkin sudah menutup buku serangan. Tapi Iran baru saja membuka bab baru


0 Response to "Iran Balas Dendam: Rudal Hujani Israel di Tengah Seruan Damai Trump"
Posting Komentar